CSE

Loading

Sabtu, 11 Januari 2014

Abortus Provocatus : Melihat Secara Umum tentang Aborsi

1. Pengantar
Dewasa ini, banyak berita dan laporan di surat kabar dan majalah mengenai bayi yang baru lahir ditemukan sudah meninggal di tempat sampah dan selokan, atau di semak belukar di pinggir jalan. Pengguguran kandungan juga berlangsung, walaupun sebenarnya ilegal dan dikecam masyarakat. Perempuan yang mengambil keputusan ini pasti berada dalam kecemasan luar biasa, baik secara fisik maupun mental, terutama bila mereka harus membuat keputusan seorang diri dan dengan resiko terhadap kesehatan bahkan nyawa mereka[1].
Dalam paper ini, penulis hendak memaparkan sebuah tulisan mengenai aborsi secara umum: pengertian aborsi dan macamnya secara umum, sejarah masalah aborsi, abortus provocatus, kasus-kasus konkrit aborsi, teknik aborsi, dan pro-kontra aborsi. Harapannya, dengan pemaparan paper ini, cakrawala wawasan dan pengetahuan para pembaca mengenai aborsi semakin terbuka luas. 
 
2. Pengertian Aborsi dan Macamnya
Istilah aborsi berasal dari bahasa Latin abortio, yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pembuahan; kehamilan) secara prematur dari uterus di mana embrio tidak dapat tumbuh di luar kandungan. Secara medis, janin bisa hidup di luar kandungan pada umur 24 minggu. Secara medis pula, aborsi berarti pengeluaran kandungan sebelum berumur 24 minggu dan mengakibatkan kematian. Sedangkan pengeluaran janin sesudah umur 24 minggu dan mati tidak disebut abosi tetapi pembunuhan bayi (infanticide)[2].
Dalam ilmu kedokteran, aborsi dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: Aborsi spontan/alami atau Abortus Spontaneus, Aborsi Buatan/Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis, dan Aborsi Terapeutik/Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum[3]. Aborsi Terapeutik/Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum sendiri dibedakan lagi menjadi dua, yaitu aborsi terapeutik langsung dan aborsi terapeutik tidak langsung. Aborsi terapeutik langsung adalah aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan hidup atau kesehatan (fisik dan mental) seorang wanita hamil. Tindakan medisnya sendiri ditujukan langsung untuk membunuh janin itu. Sedangkan aborsi terapeutik tidak langsung adalah aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan hidup atau kesehatan seorang wanita hamil. Tindakan medisnya sendiri bukan ditujukan langsung untuk membunuh janin itu tetapi pada suatu yang lainnya, misalnya pengangkatan rahim atau sel telur yang di dalamnya ada janinnya. Karena janinnya diangkat, maka janinnya ikut mati[4].

3. Sejarah Masalah Aborsi[5]
Di Mesir kuno, aborsi telah dilakukan sejak tahun 1550 SM. Hal itu tercatat dalam lembaran-lembaran daun papirus. Sedangkan di Cina, praktik aborsi sudah terjadi sekitar tahun 515 SM. Pada mulanya, pembunuhan terhadap calon bayi ini hanya dilakukan oleh selir-selir istana. Kaisar Shennong secara langsung turun tangan dalam proses aborsi dengan menggunakan bubuk merkuri. Sayangnya tidak disebutkan tata cara penggunaan bubuk merkuri tersebut, entah diminumkan atau sekedar dioleskan.
Ketika merkuri dianggap sangat berbahaya, maka ditempuhlah jalan yang dinilai lebih alami untuk melakukan aborsi, yaitu mewajibkan perempuan hamil melakukan kegiatan fisik yang keras agar janinnya gugur dengan sendirinya. Di antaranya adalah dengan mengangkat barang-barang berat, memanjat tebing, mendayung, menunggang kuda, atau angkat besi. Ada juga yang disarankan duduk di atas bara batok kelapa, perutnya direndam air panas, minum air merica dan sari mentimun yang dicampur dengan bubuk daun salam. Cara-cara tersebut diyakini mampu meluruhkan janin dengan cepat dan lagi pula dapat dilakukan secara mandiri oleh perempuan yang menginginkan aborsi.
Di Yunani, aborsi dilakukan dengan bantuan dukun yang disebut juga dengan bidan. Mereka melakukan aborsi dengan cara memasukkan alat berbentuk spiral untuk mengeluarkan janin dalam kandungan dengan cara kuret. Spiral tersebut dibubuhi merica dan bubuk kemenyan. Setelah janin dikeluarkan, perempuan yang diaborsi diberi ramuan jamu untuk mencegah infeksi. Untuk memulihkan kesehatan, perempuan tadi diberi minum susu campur madu lebah hutan.
Perempuan Maori di Selandia Baru melakukan aborsi dengan mengikatkan ikat pinggang kuat-kuat di perutnya. Hal semacam ini juga populer di kalangan perempuan Eropa abad 16. Bedanya, perempuan Eropa menggunakan korset untuk mengikat perutnya sampai janin di kandungan hancur.
Abad ke-19 praktik aborsi sudah menggunakan sistem medis, antara lain dengan sistem sedot menggunakan pipa dan aneka macam pil. Pada mulanya dipraktekkan di Perancis, kemudian menyebar di berbagai negara Eropa kemudian sampai Amerika dan Kanada

4. Abortus Provocatus
Abortus Provocatus (pengguguran yang disengaja) adalah pembunuhan yang disengaja dan langsung diarahkan kepada manusia pada tahap awal hidupnya, antara saat pembuahan sampai dengan kelahirannya, dengan cara pelaksanaan apapun[6]. Abortus Provocatus menjadi masalah yang kontroversial karena melibatkan unsur luar yang disengaja karena alasan tertentu yang memungkinkan terjadinya penggagalan kelahiran yang disengaja. Sedangkan di lain sisi, janin merupakan persona yang memiliki hak hidup sebagaimana layaknya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan[7].
Aborsi telah dilakukan sepanjang zaman di negara manapun. Pada umumnya setiap negara mempunyai undang-undang yang melarang aborsi, namun larangan itu tidak mutlak sifatnya. Menurut Nurul Huda, dalam skripsinya, Abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus therapeuticus). Indikasi medik merupakan sebab yang paling dapat dipertanggungjawabkan dalam pelaksanaan abortus provocatus, karena menyangkut kebaikan tertinggi bagi ibu dan janin yang akan dilahirkan nanti baik yang sifatnya lahiriah maupun batiniah[8].
Di negara kita, abortus provocatus dilarang oleh agama, moral, adat dan hukum. Pasal 346-349 KUHP mengancam dengan hukuman penjara barang siapa melakukan sesuatu dengan sengaja yang menyebabkan gugur atau matinya kandungan. Walau demikan, jarang orang yang melakukan aborsi diajukan di muka pengadilan dan hukum. Memang pada umumnya tidak mudah untuk membuktikan bahwa seseorang melakukan aborsi. Hal tersebut dikarenakan wanita yang bersangkutan tidak akan mengadu. Hanya kalau terjadi kematian sebagai komplikasi, pengguguran baru dapat diungkap[9].

5. Beberapa Kasus Konkret Aborsi[10]
Supaya menjadi lebih jelas lagi betapa sulitnya dilema moral yang ditampilkan oleh masalah aborsi, barangkali ada gunanya bila kita mempelajari beberapa kasus konkret. Kasus-kasus berikut ini diambil dari tulisan K. Bertens yang merupakan kasus menurut kategori kejadian. Tingkat kesulitannya berbeda-beda dan tidak semua orang akan memilih pemecahan yang sama.
a. Ibu Hamil dengan Kanker Rahim
Ada seorang ibu hamil didiagnosis sebagai pasien kanker rahim dan menurut dokter rahimnya harus segera diangkat (hyseterectomy). Jika usia kehamilannya belum cukup, maka janin akan mati. Apakah operasi yang akan mengakibatkan aborsi ini boleh dilakukan?
Dalam kasus ini, muncul pertimbangan efek ganda (the principle of double effect), yaitu efek baik dan buruk. Efek baik adalah si ibu sembuh dari penyakitnya, sedangkan efek buruknya janin akan mati. Yang dimaksudkan dokter secara langsung hanya efek baik, tapi tentu ia tahu bahwa kematian janin tidak dapat dihindarkan. Meski demikian, ia menerimanya sebagai efek yang tidak langsung dikehendaki. Karena itu operasi yang disertai aborsi dapat dibenarkan, walau dengan berat hati dokter dan keluarga harus pasrah pada kenyataan bahwa bayi akan mati.
b. Kehamilan Anak Remaja
Kehamilan remaja merupakan fenomena baru, dibandingkan dengan zaman-zaman sebelumnya. Tidak boleh dilupakan juga, berdasarkan Undang-Undang Perkawinan, usia perkawinan di Indonesia untuk perempuan adalah 16 tahun dan untuk laki-laki 19 tahun. Kerap kali terjadi remaja menjadi hamil karena hubungan tidak serius yang barangkali hanya berlangsung satu kali. Remaja perempuan dan pasangannya sama sekali belum siap menikah. Mereka masih duduk di bangku sekolah dan khususnya remaja perempuan terancam putus sekolah, bila ia melanjutkan kehamilannya. Tetapi jika pendidikan di sekolah tidak sampai selesai, maka masa depannya menjadi suram. Jika dalam keadaan itu dipertimbangkan aborsi, tentu tidak dapat dikatakan di sini tidak ada alasan-alasan yang berat. Dalam kasus ini, dapat ditanyakan apakah dalam kasus seperti ini tidak dapat dipertimbangkan indikasi medis? Dan di sini juga, hanya dokter yang mempunyai kompetensi untuk memastikan adanya indikasi medis.
Salah satu faktor yang penting dalam kasus ini adalah pendidikan seks yang diberikan kepada kaum muda. Penyuluhan seksual yang baik selama pendidikan di sekolah dapat menjadi salah satu cara ampuh untuk mencegah terjadinya kehamilan remaja. Karena itu, pendidikan seks harus mendapat perhatian penuh dari semua pihak yang merasa prihatin dengan masalah kehamilan remaja ini.
c. Aborsi karena Malu
Pasangan yang belum menikah tetapi sebenarnya sudah siap menikah, dan dalam waktu tidak terlalu lama memang akan melangsungkan pernikahannya. Tanpa terduga sebelumnya, perempuan bersangkutan hamil. Pasangan ini memutuskan untuk menggugurkan kandungan, karena merasa malu bila diketahui mereka melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Hal tersebut selalu akan dinilai sebagai aib keluarga. Dalam hal ini, apakah aborsi boleh dilakukan?
Rasa malu tidak seimbang dengan bobot tindakan aborsi. Namun demikian, untuk pasangan itu bahaya akan terkena malu ternyata sangat penting. Di sini kita melihat pertentangan antara pandangan subjektif (pasangan itu sendiri) dan pandangan lebih objektif (mempertimbangkan alasan-alasan tanpa faktor emosi). Untuk kasus ini, konseling yang baik merupakan jalan tepat untuk mempertemukan kedua pandangan ini.
6. Teknik-Teknik Praktek Aborsi
Praktik aborsi dilakukan dengan beberapa macam teknik, yaitu[11]:
a) Teknik dilatasi dan kuret. Sebuah alat dimasukkan untuk memperlebar lubang leher rahim. Kemudian, janin yang hidup itu dilepaskan dari dinding rahim, dicabik kecil-kecil menggunakan alat yang tajam, dan dibuang ke luar.
b) Teknik sunction. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim yang menyedot janin ke luar. Janin tercabik menjadi potongan kecil dan dimasukkan ke dalam sebuah botol.
c) Teknik salt poisoned. Cara ini dilakukan pada janin berusia lebih dari 16 minggu, dengan cara mengganti sebagian air ketuban wanita dengan larutan garam yang bersifat racun dengan tujuan meracuni organ janin hingga tampak seperti terbakar dan berwarna hitam.
d) Teknik histerotomi. Pengguguran bayi dilakukan ketika kandungan berumur lebih dari enam bulan. Cara ini menggunakan sebuah alat bedah yang dimasukkan melalui dinding perut. Bayi kecil itu kadang langsung dibunuh dengan menggunakan teknik pil bunuh (Pil Roussell-Uclaf/RU-486).
e) Teknik prostaglandin, yang merupakan cara terbaru. Teknik ini menggunakan bahan-bahan kimia yang mengakibatkan rahim ibu mengerut sehingga bayi yang hidup itu mati dan terdorong keluar.
7. Dasar Hukum Larangan Aborsi
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah Abortus Provocatus Criminalis. Dasar-dasar hukum aborsi tersebut termuat dalamKUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 349, yang menyatakan[12]:
Pasal 346 :
“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Pasal 347 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.
Selain ada dasar hukum tersebut, ada pula aborsi buatan legal, yaitu aborsi buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 15 UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan, yakni harus memenuhi anasir/unsur berikut[13] :
a) Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b) Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenagan;
c) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
d) Pada sarana kesehatan tertentu.
8. Pro dan Kontra Tentang Abortus Provocatus[14]
Dalam kasus aborsi, ada pihak-pihak yang setuju dan juga ada yang menolak. Pihak yang menolak aborsi mempunyai alasan bahwa meskipun dalam bentuk janin, kehidupannya harus dihormati. Sedangkan pihak yang setuju mempunyai alasan bahwa aborsi boleh dilakukan asalkan ada alasan yang kuat, misalnya alasan medis untuk menyelamatkan nyawa si ibu. Dari pro-kontra tersebut, setidaknya ada tiga orientasi pokok mengenai masalah aborsi, yaitu:
a. Pendirian Konservatif
Pendekatan ini dipengaruhi oleh aliran etika deontologis yang menekankan pada penilaian suatu perbuatan dari hakikat perbuatan itu sendiri. Pendirian konservatif ini berpendapat bahwa abortus tidak boleh dilakukan dalam keadaan apapun juga. Alasan-alasannya dilatarbelakangi oleh ajaran-ajaran agama yang menjadi sesuatu yang harus diikuti. Selain alasan-alasan tersebut, secara filosofis aborsi tidak dibenarkan dengan alasan kesucian hidup dan larangan untuk memusnahkan kehidupan manusia yang tak bersalah. Jadi, bisa dikatakan bahwa aborsi merupakan tindakan tak bermoral yang melanggar kaidah-kaidah universal.
b. Pendirian Liberal
Pendirian liberal memperbolehkan aborsi dalam banyak keadaan yang berbeda, tergantung sebab ataupun alasan yang melatarbelakanginya. Pembenaran ini dilandasi alasan dan tujuan akhir yang akan dicapai. Selain itu, pendekatan ini lebih condong pada pembenaran yang secara moral hanya untuk kepentingan pelaku yang melakukan aborsi dengan alasan tertentu, seperti: kualitas janin, keadaan kesehatan fisik dan mental ibu, kesejahteraan keluarga, pertimbangan karir dan keluarga berencana.
c. Pendirian Moderat
Pendirian ini mencoba mencari jalan tengah atau posisi tengah permasalahan. Pendirian moderat ini merupakan pendekatan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan dalam legitimasi moral tindakan abortus. Setiap orang -baik wanita atau janin- mempunyai hak, di mana hak tersebut saling mengisi dan membatasi. Setiap hak dapat hilang karena suatu alasan atau faktor tertentu, tak terkecuali dalam permasalahan abortus. Penghilangan hak menjadi masalah moral ketika dihadapkan pada sesuatu yang dilematis. Dengan kata lain, kelompok moderat ini menerima kemungkinan terjadinya aborsi, tapi mereka menerimanya dalam suasana tragedi dan sangat kehilangan.
9. Kesimpulan
Aborsi merupakan tindakan yang masih dilematis; masih ada yang menyetujui akan tindakan aborsi dan masih ada pula yang mempertentangkan hal ini, yang jelas penyelesaian masalah ini ada ditangan kita semua dengan mengandalkan suara hati kita masing-masing yang tentunya harus dipertanggungjawabkan. Menurut pemaparan dari paper ini, maka didapatlah kesimpulan sebagai berikut:
1. Menurut pandangan konservatif (pro-life), aborsus provocatus tidak boleh dilakukan dalam keadaan apapun juga. Alasan-alasannya dilatarbelakangi oleh ajaran-ajaran agama yang menjadi sesuatu yang harus diikuti. Selain alasan-alasan tersebut, secara filosofis aborsi tidak dibenarkan dengan alasan kesucian hidup dan larangan untuk memusnahkan kehidupan manusia yang tak bersalah.
2. Menurut pandangan liberal dan moderat (pro-choice), abortus provocatus boleh dilakukan dengan pertimbangan moral, seperti double effect, minus malum (memilih yang paling sedikit keburukannya), dan situasi biner.
3. Pandangan konservatif mereferensi pandangan ajaran Gereja bahwa aborsi tidak diperbolehkan. Pandangan liberal dan moderat mereferensi pandangan moral. Bagaimanakah kedua pandangan ini didamaikan?
4. Pemahaman akan aborsi sangatlah penting, sehingga ketika ada saudara, teman atau yang lain berkonsultasi dengan kita mengenai aborsi, kita bisa memberikan solusi dan pemahaman yang terbaik.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bertens, K.,
2002 Aborsi sebagai Masalah Etika, Grasindo, Jakarta.
Huda, Nurul,
1998 Etika Situasi Sebagai Alternatif Tindakan Abortus Provocatus, UGM, Yogyakarta.
Kusmaryanto, CB.,
2005 Tolak Aborsi, Kanisius, Yogyakarta.
Artikel
Djohan, Eniarti, dkk,
1994 “ Sikap Tenaga Kesehatan pada Aborsi di Indonesia”, Prisma 6, (Juni), 83
Internet
4. http://imadeagushermanto.blogspot.com/2011/01/landasan-teori-dan-dasar-hukum-tindakan.html

selengkapnya klik disini : kompasiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar