Dewasa
 ini, banyak berita dan laporan di surat kabar dan majalah mengenai bayi
 yang baru lahir ditemukan sudah meninggal di tempat sampah dan selokan,
 atau di semak belukar di pinggir jalan. Pengguguran kandungan juga 
berlangsung, walaupun sebenarnya ilegal dan dikecam masyarakat. 
Perempuan yang mengambil keputusan ini pasti berada dalam kecemasan luar
 biasa, baik secara fisik maupun mental, terutama bila mereka harus 
membuat keputusan seorang diri dan dengan resiko terhadap kesehatan 
bahkan nyawa mereka[1].
Dalam
 paper ini, penulis hendak memaparkan sebuah tulisan mengenai aborsi 
secara umum: pengertian aborsi dan macamnya secara umum, sejarah masalah
 aborsi, abortus provocatus, kasus-kasus konkrit aborsi, teknik
 aborsi, dan pro-kontra aborsi. Harapannya, dengan pemaparan paper ini, 
cakrawala wawasan dan pengetahuan para pembaca mengenai aborsi semakin 
terbuka luas. 
2. Pengertian Aborsi dan Macamnya
 Istilah aborsi berasal dari bahasa Latin abortio, yang berarti pengeluaran hasil konsepsi (pembuahan; kehamilan)
 secara prematur dari uterus di mana embrio tidak dapat tumbuh di luar 
kandungan. Secara medis, janin bisa hidup di luar kandungan pada umur 24
 minggu. Secara medis pula, aborsi berarti pengeluaran kandungan sebelum
 berumur 24 minggu dan mengakibatkan kematian. Sedangkan pengeluaran 
janin sesudah umur 24 minggu dan mati tidak disebut abosi tetapi 
pembunuhan bayi (infanticide)[2].
3. Sejarah Masalah Aborsi[5]
Di
 Mesir kuno, aborsi telah dilakukan sejak tahun 1550 SM. Hal itu 
tercatat dalam lembaran-lembaran daun papirus. Sedangkan di Cina, 
praktik aborsi sudah terjadi sekitar tahun 515 SM. Pada mulanya, 
pembunuhan terhadap calon bayi ini hanya dilakukan oleh selir-selir 
istana. Kaisar Shennong secara langsung turun tangan dalam proses aborsi
 dengan menggunakan bubuk merkuri. Sayangnya tidak disebutkan tata cara 
penggunaan bubuk merkuri tersebut, entah diminumkan atau sekedar 
dioleskan.
Ketika
 merkuri dianggap sangat berbahaya, maka ditempuhlah jalan yang dinilai 
lebih alami untuk melakukan aborsi, yaitu mewajibkan perempuan hamil 
melakukan kegiatan fisik yang keras agar janinnya gugur dengan 
sendirinya. Di antaranya adalah dengan mengangkat barang-barang berat, 
memanjat tebing, mendayung, menunggang kuda, atau angkat besi. Ada juga 
yang disarankan duduk di atas bara batok kelapa, perutnya direndam air 
panas, minum air merica dan sari mentimun yang dicampur dengan bubuk 
daun salam. Cara-cara tersebut diyakini mampu meluruhkan janin dengan 
cepat dan lagi pula dapat dilakukan secara mandiri oleh perempuan yang 
menginginkan aborsi.
Di
 Yunani, aborsi dilakukan dengan bantuan dukun yang disebut juga dengan 
bidan. Mereka melakukan aborsi dengan cara memasukkan alat berbentuk 
spiral untuk mengeluarkan janin dalam kandungan dengan cara kuret. 
Spiral tersebut dibubuhi merica dan bubuk kemenyan. Setelah janin 
dikeluarkan, perempuan yang diaborsi diberi ramuan jamu untuk mencegah 
infeksi. Untuk memulihkan kesehatan, perempuan tadi diberi minum susu 
campur madu lebah hutan.
Perempuan
 Maori di Selandia Baru melakukan aborsi dengan mengikatkan ikat 
pinggang kuat-kuat di perutnya. Hal semacam ini juga populer di kalangan
 perempuan Eropa abad 16. Bedanya, perempuan Eropa menggunakan korset 
untuk mengikat perutnya sampai janin di kandungan hancur.
Abad
 ke-19 praktik aborsi sudah menggunakan sistem medis, antara lain dengan
 sistem sedot menggunakan pipa dan aneka macam pil. Pada mulanya 
dipraktekkan di Perancis, kemudian menyebar di berbagai negara Eropa 
kemudian sampai Amerika dan Kanada
4. Abortus Provocatus
Abortus Provocatus (pengguguran
 yang disengaja) adalah pembunuhan yang disengaja dan langsung diarahkan
 kepada manusia pada tahap awal hidupnya, antara saat pembuahan sampai 
dengan kelahirannya, dengan cara pelaksanaan apapun[6]. Abortus Provocatus menjadi
 masalah yang kontroversial karena melibatkan unsur luar yang disengaja 
karena alasan tertentu yang memungkinkan terjadinya penggagalan 
kelahiran yang disengaja. Sedangkan di lain sisi, janin merupakan 
persona yang memiliki hak hidup sebagaimana layaknya manusia sebagai 
makhluk ciptaan Tuhan[7].
Aborsi
 telah dilakukan sepanjang zaman di negara manapun. Pada umumnya setiap 
negara mempunyai undang-undang yang melarang aborsi, namun larangan itu 
tidak mutlak sifatnya. Menurut Nurul Huda, dalam skripsinya, Abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai tindakan pengobatan, apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus therapeuticus). Indikasi medik merupakan sebab yang paling dapat dipertanggungjawabkan dalam pelaksanaan abortus provocatus, karena menyangkut kebaikan tertinggi bagi ibu dan janin yang akan dilahirkan nanti baik yang sifatnya lahiriah maupun batiniah[8].
Di negara kita, abortus provocatus dilarang
 oleh agama, moral, adat dan hukum. Pasal 346-349 KUHP mengancam dengan 
hukuman penjara barang siapa melakukan sesuatu dengan sengaja yang 
menyebabkan gugur atau matinya kandungan. Walau demikan, 
jarang orang yang melakukan aborsi diajukan di muka pengadilan dan 
hukum. Memang pada umumnya tidak mudah untuk membuktikan bahwa seseorang
 melakukan aborsi. Hal tersebut dikarenakan wanita yang bersangkutan 
tidak akan mengadu. Hanya kalau terjadi kematian sebagai komplikasi, 
pengguguran baru dapat diungkap[9].
5. Beberapa Kasus Konkret Aborsi[10]
Supaya
 menjadi lebih jelas lagi betapa sulitnya dilema moral yang ditampilkan 
oleh masalah aborsi, barangkali ada gunanya bila kita mempelajari 
beberapa kasus konkret. Kasus-kasus berikut ini diambil dari tulisan K. 
Bertens yang merupakan kasus menurut kategori kejadian. Tingkat 
kesulitannya berbeda-beda dan tidak semua orang akan memilih pemecahan 
yang sama.
a. Ibu Hamil dengan Kanker Rahim
Ada seorang ibu hamil didiagnosis sebagai pasien kanker rahim dan menurut dokter rahimnya harus segera diangkat (hyseterectomy). Jika usia kehamilannya belum cukup, maka janin akan mati. Apakah operasi yang akan mengakibatkan aborsi ini boleh dilakukan?
Dalam kasus ini, muncul pertimbangan efek ganda (the principle of double effect),
 yaitu efek baik dan buruk. Efek baik adalah si ibu sembuh dari 
penyakitnya, sedangkan efek buruknya janin akan mati. Yang dimaksudkan 
dokter secara langsung hanya efek baik, tapi tentu ia tahu bahwa 
kematian janin tidak dapat dihindarkan. Meski demikian, ia menerimanya 
sebagai efek yang tidak langsung dikehendaki. Karena itu operasi yang 
disertai aborsi dapat dibenarkan, walau dengan berat hati dokter dan 
keluarga harus pasrah pada kenyataan bahwa bayi akan mati.
b. Kehamilan Anak Remaja
Kehamilan
 remaja merupakan fenomena baru, dibandingkan dengan zaman-zaman 
sebelumnya. Tidak boleh dilupakan juga, berdasarkan Undang-Undang 
Perkawinan, usia perkawinan di Indonesia untuk perempuan adalah 16 tahun
 dan untuk laki-laki 19 tahun. Kerap kali terjadi remaja menjadi hamil 
karena hubungan tidak serius yang barangkali hanya berlangsung satu 
kali. Remaja perempuan dan pasangannya sama sekali belum siap menikah. 
Mereka masih duduk di bangku sekolah dan khususnya remaja perempuan 
terancam putus sekolah, bila ia melanjutkan kehamilannya. Tetapi jika 
pendidikan di sekolah tidak sampai selesai, maka masa depannya menjadi 
suram. Jika dalam keadaan itu dipertimbangkan aborsi, tentu tidak dapat 
dikatakan di sini tidak ada alasan-alasan yang berat. Dalam kasus ini, 
dapat ditanyakan apakah dalam kasus seperti ini tidak dapat 
dipertimbangkan indikasi medis? Dan di sini juga, hanya dokter yang 
mempunyai kompetensi untuk memastikan adanya indikasi medis.
Salah
 satu faktor yang penting dalam kasus ini adalah pendidikan seks yang 
diberikan kepada kaum muda. Penyuluhan seksual yang baik selama 
pendidikan di sekolah dapat menjadi salah satu cara ampuh untuk mencegah
 terjadinya kehamilan remaja. Karena itu, pendidikan seks harus mendapat
 perhatian penuh dari semua pihak yang merasa prihatin dengan masalah 
kehamilan remaja ini. 
c. Aborsi karena Malu
Pasangan
 yang belum menikah tetapi sebenarnya sudah siap menikah, dan dalam 
waktu tidak terlalu lama memang akan melangsungkan pernikahannya. Tanpa 
terduga sebelumnya, perempuan bersangkutan hamil. Pasangan ini 
memutuskan untuk menggugurkan kandungan, karena merasa malu bila 
diketahui mereka melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Hal 
tersebut selalu akan dinilai sebagai aib keluarga. Dalam hal ini, apakah
 aborsi boleh dilakukan?
Rasa
 malu tidak seimbang dengan bobot tindakan aborsi. Namun demikian, untuk
 pasangan itu bahaya akan terkena malu ternyata sangat penting. Di sini 
kita melihat pertentangan antara pandangan subjektif (pasangan itu 
sendiri) dan pandangan lebih objektif (mempertimbangkan alasan-alasan 
tanpa faktor emosi). Untuk kasus ini, konseling yang baik merupakan 
jalan tepat untuk mempertemukan kedua pandangan ini.
6. Teknik-Teknik Praktek Aborsi
Praktik aborsi dilakukan dengan beberapa macam teknik, yaitu[11]: 
a) Teknik dilatasi dan kuret.
 Sebuah alat dimasukkan untuk memperlebar lubang leher rahim. Kemudian, 
janin yang hidup itu dilepaskan dari dinding rahim, dicabik kecil-kecil 
menggunakan alat yang tajam, dan dibuang ke luar. 
b) Teknik sunction. Teknik
 ini dilakukan dengan memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim yang 
menyedot janin ke luar. Janin tercabik menjadi potongan kecil dan 
dimasukkan ke dalam sebuah botol. 
c) Teknik salt poisoned. Cara ini dilakukan pada janin berusia lebih dari 16 minggu, dengan
 cara mengganti sebagian air ketuban wanita dengan larutan garam yang 
bersifat racun dengan tujuan meracuni organ janin hingga tampak seperti 
terbakar dan berwarna hitam. 
d) Teknik histerotomi. Pengguguran
 bayi dilakukan ketika kandungan berumur lebih dari enam bulan. Cara ini
 menggunakan sebuah alat bedah yang dimasukkan melalui dinding perut. 
Bayi kecil itu kadang langsung dibunuh dengan menggunakan teknik pil 
bunuh (Pil Roussell-Uclaf/RU-486).
e) Teknik prostaglandin,
 yang merupakan cara terbaru. Teknik ini menggunakan bahan-bahan kimia 
yang mengakibatkan rahim ibu mengerut sehingga bayi yang hidup itu mati 
dan terdorong keluar.
7. Dasar Hukum Larangan Aborsi 
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah Abortus Provocatus Criminalis. Dasar-dasar hukum aborsi tersebut termuat dalamKUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 349, yang menyatakan[12]:
Pasal 346 :
Pasal 346 :
“Seorang
 wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau 
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama
 empat tahun”.
Pasal 347 : 
(1)
 Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan 
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara 
paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 : 
(1)
 Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan 
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara 
paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 
Pasal 349
 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan 
kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu 
kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam 
pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk 
menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”. 
Selain
 ada dasar hukum tersebut, ada pula aborsi buatan legal, yaitu aborsi 
buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam 
pasal 15 UU No.23 Tahun 1992 tentang kesehatan, yakni harus memenuhi 
anasir/unsur berikut[13] : 
a) Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; 
b) Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenagan; 
c) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya; 
d) Pada sarana kesehatan tertentu.
8. Pro dan Kontra Tentang Abortus Provocatus[14]
Dalam
 kasus aborsi, ada pihak-pihak yang setuju dan juga ada yang menolak. 
Pihak yang menolak aborsi mempunyai alasan bahwa meskipun dalam bentuk 
janin, kehidupannya harus dihormati. Sedangkan pihak yang setuju 
mempunyai alasan bahwa aborsi boleh dilakukan asalkan ada alasan yang 
kuat, misalnya alasan medis untuk menyelamatkan nyawa si ibu. Dari 
pro-kontra tersebut, setidaknya ada tiga orientasi pokok mengenai 
masalah aborsi, yaitu:
a. Pendirian Konservatif
Pendekatan
 ini dipengaruhi oleh aliran etika deontologis yang menekankan pada 
penilaian suatu perbuatan dari hakikat perbuatan itu sendiri. Pendirian 
konservatif ini berpendapat bahwa abortus tidak boleh dilakukan dalam 
keadaan apapun juga. Alasan-alasannya dilatarbelakangi oleh 
ajaran-ajaran agama yang menjadi sesuatu yang harus diikuti. Selain 
alasan-alasan tersebut, secara filosofis aborsi tidak dibenarkan dengan 
alasan kesucian hidup dan larangan untuk memusnahkan kehidupan manusia 
yang tak bersalah. Jadi, bisa dikatakan bahwa aborsi merupakan tindakan 
tak bermoral yang melanggar kaidah-kaidah universal. 
b. Pendirian Liberal
Pendirian
 liberal memperbolehkan aborsi dalam banyak keadaan yang berbeda, 
tergantung sebab ataupun alasan yang melatarbelakanginya. Pembenaran ini
 dilandasi alasan dan tujuan akhir yang akan dicapai. Selain itu, 
pendekatan ini lebih condong pada pembenaran yang secara moral hanya 
untuk kepentingan pelaku yang melakukan aborsi dengan alasan tertentu, 
seperti: kualitas janin, keadaan kesehatan fisik dan mental ibu, 
kesejahteraan keluarga, pertimbangan karir dan keluarga berencana.
c. Pendirian Moderat
Pendirian
 ini mencoba mencari jalan tengah atau posisi tengah permasalahan. 
Pendirian moderat ini merupakan pendekatan yang lebih dapat 
dipertanggungjawabkan dalam legitimasi moral tindakan abortus. Setiap 
orang -baik wanita atau janin- mempunyai hak, di mana hak tersebut 
saling mengisi dan membatasi. Setiap hak dapat hilang karena suatu 
alasan atau faktor tertentu, tak terkecuali dalam permasalahan abortus. 
Penghilangan hak menjadi masalah moral ketika dihadapkan pada sesuatu 
yang dilematis. Dengan kata lain, kelompok moderat ini menerima 
kemungkinan terjadinya aborsi, tapi mereka menerimanya dalam suasana 
tragedi dan sangat kehilangan.
9. Kesimpulan
Aborsi
 merupakan tindakan yang masih dilematis; masih ada yang menyetujui akan
 tindakan aborsi dan masih ada pula yang mempertentangkan hal ini, yang 
jelas penyelesaian masalah ini ada ditangan kita semua dengan 
mengandalkan suara hati kita masing-masing yang tentunya harus 
dipertanggungjawabkan. Menurut pemaparan dari paper ini, maka didapatlah
 kesimpulan sebagai berikut:
1. Menurut pandangan konservatif (pro-life), aborsus provocatus
 tidak boleh dilakukan dalam keadaan apapun juga. Alasan-alasannya 
dilatarbelakangi oleh ajaran-ajaran agama yang menjadi sesuatu yang 
harus diikuti. Selain alasan-alasan tersebut, secara filosofis aborsi 
tidak dibenarkan dengan alasan kesucian hidup dan larangan untuk 
memusnahkan kehidupan manusia yang tak bersalah.
2. Menurut pandangan liberal dan moderat (pro-choice), abortus provocatus boleh dilakukan dengan pertimbangan moral, seperti double effect, minus malum (memilih yang paling sedikit keburukannya), dan situasi biner. 
3. Pandangan
 konservatif mereferensi pandangan ajaran Gereja bahwa aborsi tidak 
diperbolehkan. Pandangan liberal dan moderat mereferensi pandangan 
moral. Bagaimanakah kedua pandangan ini didamaikan? 
4. Pemahaman
 akan aborsi sangatlah penting, sehingga ketika ada saudara, teman atau 
yang lain berkonsultasi dengan kita mengenai aborsi, kita bisa 
memberikan solusi dan pemahaman yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Buku 
Bertens, K.,
2002 Aborsi sebagai Masalah Etika, Grasindo, Jakarta.
Huda, Nurul, 
1998 Etika Situasi Sebagai Alternatif  Tindakan Abortus Provocatus, UGM, Yogyakarta.
Kusmaryanto, CB.,
2005 Tolak Aborsi, Kanisius, Yogyakarta. 
Artikel
Djohan, Eniarti, dkk,
 1994 “ Sikap Tenaga Kesehatan pada Aborsi di Indonesia”, Prisma 6, (Juni), 83
Internet
4. http://imadeagushermanto.blogspot.com/2011/01/landasan-teori-dan-dasar-hukum-tindakan.htmlselengkapnya klik disini : kompasiana
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar